Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 26 April 2009

HALTE, DIMANAKAH KAMU BERADA ?

Pada suatu sore yang dingin menggigil ketika hujan rintik-rintik sejak tengah hari begitu setia menemani kota Malang, dan saat itu kebetulan saya baru saja pulang dari sebuah keperluan di kampus. Mengingat saat itu mesin motor saya sedang ada masalah, saya musti pagi-pagi berangkat ke kampus menumpang mikrolet ASD dari tempat tinggal saya di dekat perempatan jalan Cengger Ayam. Setelah memberikan selembar uang seribuan, saya berjalan kaki menyusuri trotoar jalan MT Haryono ke menuju gedung kampus sipil yang terletak tak begitu jauh dari tempat saya turun. Sejauh ini semua berjalan lancar, kata orang sono : so far so good, guys !

Persoalan baru muncul ketika saya keluar dari gedung kampus sipil sore harinya, yang saat itu titik-titik air hujan masih mengguyur lumayan deras. Sambil menutupi atas kepala dengan tas, setengah berlari saya bersama seorang rekan menyusuri tepian jalan MT Haryono menuju pertigaan jembatan Sukarno Hatta untuk menyetop angkutan ASD.

Celaka !, teriak batin saya mengingat hujan kok bertambah deras sesampai disana, tempat orang-orang biasanya menyetop mikrolet ASD. Selain beberapa pohon yang cukup rindang, saya tidak menemukan tempat berteduh yang layak sembari menunggu mikrolet ASD. Tapi untungnya(?) saat saya tidak sendirian kok, karena saya lihat ada beberapa orang yang bernasib sama mengalami kondisi serupa : menunggu mikrolet ASD sambil berhujan-hujan ria. Penderitaan ini seakan semakin klop, karena mikrolet ASD termasuk mikrolet yang paling jarang diantara mikrolet-mikrolet yang lewat di depan kami.

Setelah hampir dua puluh menit berlalu, barulah sebuah mikrolet ASD lewat dan langsung dikerubuti oleh kami-kami yang udah setengah kedinginan disini. Syukurlah saya masih kebagian tempat duduk, tapi ada beberapa orang yang kurang beruntung sehingga musti rela berdiri menunggu mikrolet ASD yang lewat berikutnya. Selama dalam perjalanan pulang saya jadi berpikir tentang kejadian yang barusan saya alami. Kayaknya, di kota ini saya jarang sekali melihat ada semacam tempat-tempat pemberhentian/halte angkutan umum. Kok beda jauh dengan kota asal saya, yaitu kota Jember dimana kita dengan mudah akan menemukan halte-halte untuk menyetop mikrolet/bus kota yang dilengkapi dengan bangku panjang dan sarana telepon umum (sekalipun sekarang banyak yang sudah rusak ) sehingga kita tidak perlu berdiri kepanasan (kalau siang) atau kehujanan seperti tadi.

Dulu, sepulang sekolah saya biasanya bersenda gurau dengan teman-teman sekelas menunggu bis kota di halte depan sekolah, dan siswa yang diantar-jemput menghubungi penjemputnya memakai telepon koin yang tersedia di halte itu.(dulu khan belum ada ponsel, paling banter ya radio pager !)
Ah, saya nggak akan lama-lama bernostalgia tentang masa SMA dulu, karena toh sekarang sudah enam tahun lebih saya tinggal di kota Malang. Bagaimanapun jua, kota Malang memiliki cuaca yang lebih sejuk daripada kota asal saya, dan saya suka itu. Cuma, lalu lintas kota Malang pada saat ini sering mengalami kemacetan, sesuatu yang enam tahun yang lalu jarang terjadi. Selain itu, sejak dulu sampai sekarang di kota Malang halte/tempat pemberhentian angkutan umum masih tergolong bangunan langka.

Saya pikir, alangkah lebih baik jika di titik-titik tertentu jalanan kota Malang dibangun halte/tempat pemberhentian mikrolet untuk memudahkan warga kota yang hendak menyetop atau turun dari mikrolet. Selain itu, keberadaan halte akan membiasakan warga kota untuk menyetop mikrolet secara tertib pada tempat-tempat yang telah disediakan sehingga tidak akan mengganggu arus lalu lintas. Sebaliknya, sopir mikrolet juga akan terbiasa untuk menurunkan penumpang di halte-halte yang telah tersedia.

Kalau tidak percaya, tanya aja pada Galileo (eh, salah !). Silakan anda tanyakan pada orang-orang yang anda kenal dan setiap hari menggunakan kendaraan pribadi. Pasti mereka sudah hapal dengan kebiasaan sopir mikrolet yang seenaknya sendiri menyalip kita, lalu tiba-tiba berhenti pas di depan hidung mobil kita untuk menurunkan/menaikkan penumpang, Pokoknya, kita musti ngalah deh, kalo nggak pengin perang mulut sama mereka. Suatu ketika teman saya pernah mengalami kejadian demikian, karena kurang sigap ia menabrak mikrolet tersebut. Eh, lha kok sopir mikroletnya marah-marah dan minta ganti rugi lagi ! Katanya :
“ Mas, sampeyan yang salah karena nabrak mikrolet saya dari belakang. Makanya, lain kali jaga jarak dong !” Kontan saja teman saya naik pitam, lha menurutnya justru mikrolet itu yang memotong jalur mobilnya, lha kok malah minta ganti rugi. Seharusnya teman saya yang menuntut ganti rugi atas kerusakan pada bemper mobilnya. Buntutnya, mereka berdua perang mulut hingga akhirnya dipisahkan oleh orang-orang yang kebetulan menonton insiden tersebut.

Sebenarnya hal tersebut tidak perlu terjadi bila ada aturan tentang tempat menaik-turunkan penumpang mikrolet, dan hal itu hanya bisa dilaksanakan bila ada semacam halte/tempat pemberhentian penumpang resmi yang dibangun pada titik-titik tertentu dari ruas jalan. Hal itu dikarenakan pembangunan halte tentu telah melalui studi kelayakan sehingga dapat memenuhi syarat-syarat sebagai tempat berhentinya angkutan umum tanpa mengganggu arus lalu lintas. Tentu saja desain halte untuk kota Malang tidak bisa sama persis dengan halte di kota Surabaya atau Jember, dimana rata-rata memiliki jalan yang lebih lebar dari jalan di kota Malang. Paling tidak, halte tersebut harus memenuhi syarat-syarat sbb:
1. Memenuhi syarat keamanan struktur terhadap beban gempa, angin dan air hujan
2. Terbuat dari bahan yang memenuhi persyaratan bahan konstruksi
3. Mampu melindungi dari sengatan sinar matahari dan limpasan air hujan
4. Bangunan tersebut tidak akan mengganggu kelancaran arus lalu lintas
Nah, bagaimana pendapat Anda ?

OLEH : M HELMY HISYAM
(Mahasiswa Sipil FT Unibraw)
ditulis pada tanggal : 14/04/2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar di bawah ini :