Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jumat, 08 Mei 2009

Ada Apa Dengan Truk Kontainer ?

Suatu sore, saya membaca Harian Kompas, sebuah surat kabar terbitan Ibukota yang memberitakan tentang ratusan sopir truk kontainer beserta buruh angkut barang di Jawa Barat yang berunjuk rasa akibat adanya aturan kepolisian setempat yang melarang truk kontainer untuk beroperasi pada jam-jam tertentu. Pihak kepolisian memberlakukan aturan tersebut dengan alasan, bahwa truk-truk segede gajah itulah yang menjadi penyebab utama kemacetan lalu lintas pada jalur-jalur utama di Jawa Barat, terutama pada jam-jam sibuk.

Apalagi bila kebetulan ada truk kontainer yang selip atau mungkin mengalami kecelakaan, dapat dipastikan kemacetan akan terjadi selama berjam-jam, dan yang terkena getah paling banyak tentunya pihak kepolisian sebagai penanggung jawab kewenangan dalam mengatur kelancaran lalu lintas. Selain itu truk kontainer juga dituduh sebagai biangnya (tapi bukan Extra Joss lho !) penyebab kerusakan jalan raya, apalagi setelah musim banjir beberapa bulan yang lalu.

Tersenyum, cuma itu yang bisa saya lakukan setelah membaca berita demonstrasi ala sopir kontainer yang pake acara membunyikan klakson truk sekelas trailer rame-rame segala. Saya nggak bisa membayangkan betapa gaduhnya saat itu, mungkin layak untuk dicatat dalam MURI. Sebenarnya mereka sama-sama benar kok, baik sopir kontainer maupun pihak kepolisian. Sopir kontainer berhak untuk demo, lha wong sebagai warga yang taat bayar pajak tentunya berhak untuk menggunakan fasilitas jalan yang ada, tanpa terikat oleh kapan mereka boleh memakai ruas jalan tersebut. Sebagai orang yang kerjanya mengantar barang, tentunya mereka ingin memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen agar dapat mengantarkan barang secepat mungkin dan tepat waktu. Kalau dihambat oleh batasan waktu beroperasi, kapan barang bisa sampai kepada konsumen ? padahal kita semua tahu kalau truk kontainer itu jalannya kayak putri solo, begitu kalemnya (mungkin lantaran mereka taat lalu lintas sehingga nggak mau ngebut di jalan, atau lantaran memang nggak mampu belari kencang ?) sehingga menyebabkan terjadinya ular-ularan mobil-mobil di belakangnya dengan truk kontainer segede gajah sebagai kepalanya. Lebih buruk lagi, bila ada trailer yang ngguling di jalan, jangan harap perjalanan anda bakal tepat waktu !

Sedangkan pihak kepolisian, sah-sah saja melarang truk kontainer beroperasi kalau memang keberadaannya akan menghambat kelancaran lalu lintas. Sebagai abdi negara yang bertanggung jawab, tentunya mereka ingin melaksanakan kewajiban dengan sebaik mungkin, yaitu menjaga kelancaran lalu lintas. Kalau nggak lancar, tentunya mereka bakal diprotes oleh banyak orang dan itu akan menambah beban moral bagi mereka. Bukankah pengguna jalan itu banyak dan semua ingin lancar, bukan cuma sopir truk kontainer saja ?

Bila ditelaah, sebenarnya ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi problem lalu lintas akibat truk kontainer/trailer, yang antara lain adalah :

1.Melakukan pelebaran jalan pada jalur-jalur dimana volume lalu lintas adalah cukup padat, sehingga truk trailer dan kendaraan yang berjalan lambat harus melalui lajur khusus yang tidak akan mengganggu kendaraan yang bergerak lebih cepat.
2.Memperbaiki geometri jalan, sehingga pada jalur-jalur tertentu (terutama pada tanjakan, turunan dan tikungan) tidak akan meperberat kinerja mesin trailer secara berlebihan yang mengakibatkan kecepatannya menurun tajam dan mengganggu kendaraan lain di belakangnya. Bila tidak, maka harus dibuat semacam lajur pendakian bagi kendaraan-kendaraan berat.
3.Bila perlu, pada titik-titik tertentu dibuat jalur khusus semacam jalan tol jarak pendek untuk trailer dan kendaraan dengan bobot tertentu, misalnya 10 ton keatas. Akan tetapi harus dilihat dulu kelayakannya, agar tidak menjadi proyek pemborosan.
4.Kalau memang pemerintah tidak mampu memperbaiki prasarana jalan, terpaksa harus dibuat regulasi yang mengatur jam operasi truk-truk kontainer seperti yang dilakukan di Jawa Barat. Imbasnya memang merugikan pengemudi trailer dan pengusaha angkutan, tapi gimana lagi ? Apakah mereka bersedia ditarik urunan untuk memperbaiki prasarana jalan yang memang masih terbatas ?
5.Melakukan sanksi berat terhadap kendaraan berat/trailer yang melanggar kelas jalan, karena akan mempercepat kerusakan badan jalan.
6.Melakukan regulasi yang mengatur spesifikasi teknis minimum kendaraan berat sekelas trailer, misalnya kekuatan mesin minimum, dimensi, sistem pengereman, yang semuanya bertujuan untuk memperbaiki performa kendaraan saat di jalan sehingga tidak mengganggu laju kendaraan lain.
7.Memberikan pengawasan yang ketat terhadap pengemudi trailer dalam mengoperasikan kendaraan secara benar sehingga tidak membahayakan keselamatan diri dan orang lain. Kesalahan mereka yang paling sering terlihat adalah, mengemudikan truk terlalu ketengah jalan padahal jalannya nggremet sehingga mengganggu laju kendaraan lain.
8.Mencarikan alternatif moda transportasi lainnya untuk mengangkut kontainer tersebut.

Bukankah masih ada kereta api, sarana angkutan yang terkenal dengan ketangguhan dalam hal mengangkut beban besar sekalipun pada rute jarak jauh ?
Seandainya saya ditanya mana alternatif terbaik untuk dipilih, maka saya akan memilih alternatif ke-8. Bagaimanapun jua, dalam konteks jangka panjang angkutan barang berbasis jalan raya memiliki lebih banyak kendala untuk dikendalikan secara cermat.

Dengan beragamnya kendaraan yang melalui satu jalur jalan raya tentunya lebih sulit untuk dikendalikan, selain dengan melakukan management demand secara ketat. Seandainyapun pemerintah punya dana untuk melakukan pelebaran jalan, problem sosial dari kaum tergusur pasti timbul dan membuat pemerintah musti berpikir dua kali untuk melakukannya. So, pilih aja kereta api !

Permasalahannya, mengapa pemerintah selama ini kurang menitikberatkan kereta api sebagai prioritas moda angkutan barang sebagaimana di negara-negara maju? Padahal semua pasti tahu bahwa angkutan kereta api memiliki banyak keunggulan dibandingkan moda angkutan darat lain. Memang benar bahwa membangun jaringan kereta api butuh modal besar, tetapi sifatnya kan berjangka panjang ? Kalau kita mau meneliti, banyak sekali rel kereta api peninggalan jaman kolonial yang sampai sekarang masih berfungsi dengan baik, begitu pula dengan sistem persinyalannya. Begitu pula dengan bangunan stasiun-stasiun yang ada, berapa banyak yang dibangun pada masa pasca kemerdekaan ?

Daripada pemerintah buang-buang uang ratusan triliun untuk nalangi utang konglomerat bermasalah yang nggak bisa ditagih lagi dan hanya menguntungkan segelintir orang, kenapa tidak untuk memperbaiki prasarana transportasi yang bermanfaat untuk rakyat banyak ?
Bagaimana pendapat anda ?

oleh : M Helmy Hisyam
(Mahasiswa Sipil FT Unibraw)
ditulis pada tanggal : 15/04/2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar di bawah ini :